Sabtu, 31 Januari 2009

PROSPEK PENGOLAHAN PAKAN HAY- SILASE DI INDONESIA (REVIEW)

Peningkatkan produktivitas ternak, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah penyediaan pakan hijauan sepanjang tahun baik kualitas dan kuantitas yang cukup agar pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan ternak untuk mempertahankan kelestarian hidup dan keutuhan alat tubuh ternak (kebutuhan hidup pokok) dan tujuan produksi (kebutuhan produksi) dapat berkesinambungan. Secara umum usaha peternakan khususnya peternakan ternak ruminansia akan mengalami kesulitan dalam penyediaan hijauan makanan ternak di musim kemarau. Hal ini terjadi karena di musim kemarau makanan ternak tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga penyediaan hijauan makanan ternak sangat berkurang. Sebaliknya di musim hujan ketersediaan hijauan makanan ternak amatlah melimpah, oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan sebagai persediaan di musim kemarau.
Sistim pengawetan dilakukan melalui pembuatan hay (awetan hijauan kering) dan silase (awetan hijauan segar), sedangkan pengolahan dapat dilakukan dengan pengolahan secara fisik (pencacahan, penggilingan atau pemanasan), secara kimia (perlakuan alkali dan amoniasi) dan secara biologi yang umumnya dilakukan dengan metode fermentasi yang menggunakan jasa mikrobia selulolitik (Anonimous, 2009b)
Hay : hijauan yang dikeringkan sehingga kandungan air 12-20%. Untuk mendapatkan nilai gizi dan palatabilitas yang tinggi, hijauan atau legum harus dipotong menjelang berbunga. Kemudian hijauan tersebut dibiarkan mengering di lapangan atau dengan pengeringan paksa (Anonimous, 2009e). Pembuatan hay dengan menggunakan sinar matahari dapat dilakukan pada akhir musim penghujan karena pada saat itu intensitas matahari cukup tinggi dan hujan masih ada sehingga kemungkinan rumput masih dapat tumbuh. Rumput yang memiliki kualitas yang baik untuk dijadikan hay adalah rumput yang menjelang masa berbunga (Kavri, 2008). Pemanfaatan hay dalam beberapa penelitian ternyata : (1). Hay pada sapi muda dapat meningkatkan perkembangan fungsi rumen, sedangkan pada sapi dewasa kandungan bahan kering pada hay dapat meningkatkan daya serap bahan makanan. (2). Kualitas hay baik bila palatabilitas ternak meningkat (sangat disukai ternak) (3). Kualitas hay bergantung pada cuaca, pada cuaca yang sangat buruk (musim hujan) beberapa satuan nutrisi akan berkurang, (4). Hay dibandingkan dengan silase lebih ringan empat kalinya dengan kandungan bahan kering yang sama. (5). Pemberian pakan Centrosema pascourum dan Clitoria ternatea 100 % dalam bentuk hay pada anak sapi Bali jantan lepas sapih memberikan pengaruh yang sama terhadap konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik. (Rubianti, Fernandez, Marawali., Budisantoso, 2008).
Silase : hijauan yang difermentasi sehingga hijauan tersebut tetap awet karena terbentuk asam laktat. Pengawetan dengan cara ini jarang dilakukan oleh peternak di Indonesia, mungkin karena jumlah hijauan yang tersedia relatif tak terbatas. Sebaliknya di negara empat musim dimana selama hampir delapan bulan hijauan tidak tersedia, namun mereka tidak pernah merasa kesulitan apalagi mengalami kerugian. Penyebabnya adalah mereka lebih berpengalaman menghadapi masa paceklik hijauan, yang mereka atasi dengan berbagai cara melakukan penimbunan hijauan yang telah diawetkan,sebelum musim paceklik tiba (Anonimous, 2009a). Pembuatan silase merupakan cara yang sangat cocok untuk mengawetkan daun ubikayu yang umumnya tersedia melimpah pada saat panen (Limon, 1992 ; Bui Van Chinh et al., 1992 ; Du Thanh Hang, 1998 ; Ly dan Rodriguez, 2001). Di samping untuk pengawetan, pembuatan silase merupakan cara yang efektif untuk menurunkan kadar HCN pada daun ubikayu (Tewe, 1991 ; Loc et al., 1996). Kavana et al., (2005) melaporkan bahwa penyimpanan daun ubikayu dalam bentuk silase selama tiga bulan dapat menurunkan kadar HCN dari 289 mg per kg BK daun ubikayu menjadi 20 mg per kg BK silase daun ubikayu. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nhi et al. (2001) kandungan HCN daun ubikayu dapat turun hingga mencapai 14,6 mg per BK silase daun ubikayu. Hasil penelitian Silase daun ubikayu dengan bahan additive yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P < style=""> silase, namun penelitian in-vivo memberikan
respon tidak berbeda terhadap konsumsi BK dan PK ransum serta PBBH bila dibandingkan dengan anak kambing PE lepas sapih yang diberi pakan hijuan rumput gajah dan konsentrat susu PAP 1% dari berat badan (Marhaeniyanto dan Susanti, 2008). Penelitian silase daun kelapa dan amoniasi memberikan nilai yang lebih tinggi pada konsumsi ransum, kecernaan (bahan kering, bahan organik, dan NDF) serta memberikan nilai positif terhadap neraca nitrogen dan neraca energi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Hanafi, 2008). Hasil penelitian Ali (2004) mengenai suplementasi silase kulit pisang (Musa paradisiaca, Lamb) dalam pakan konsentrat pada sapi perah dara dapat meningkatkan nilai konsumsi pakan dan kecernaan BK, BO dan PK serta pertambahan bobot badan diatas pakan kontrol. Pada tingkat penambahan 45 % silase kulit pisang dari BK konsentrat dapat mengkonsumsi Bahan Organik Tercerna (BOT) sebesar 99,02 g/kgBM/hari setara dengan konsumsi energi sebesar 369,15 Kkal/kgBM/hari yang dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 1,45 kg/ekor/hari atau 3 kali lipat dibanding menggunakan pakan kontrol.
Hasil penelitian Santoso dan Hariadi (2008) komposisi kimia dari 6 spesies hijauan yang diawetkan dengan metode hay dan silase memiliki kandungan nutrient yang tidak berbeda (P>0.05), walaupun terdapat variasi. Kandungan PK yang diawetkan dengan hay bervariasi antara 5,9% - 14,9%, sedangkan silase bervariasi antara 4,9%-13,6%. Penurunan PK pada metode hay bervariasi antara 5,9% - 14,9%, sedangkan silase bervariasi antara 4,9%-13,6%. Penurunan PK pada metode silase lebih rendah 1,2 unit dibandingkan dengan nilai PK hay. Penurunan PK pada silase disebabkan adanya ensim protease dari hijauan maupun Clostridia proteolitik selama ensilase. Degradasi BK, BK, BO dan konsentrasi N-NH3 pada metode pengawetan silase lebih tinggi dibandingkan dengan hay. Pengawetan rumput dengan metode hay menghasilkan gas CH4 yang lebih rendah dibandingkan dengan metode silase. Penelitian dengan pakan basal berupa campuran silase atau hay rumput timothy dan konsentrat (85 : 15, berdasarkan bahan kering (BK)), dengan variabel yang diukur adalah kecernaan nutrien, keseimbangan energi dan produksi metana menunjukkan bahwa produksi metana pada domba meningkat sejalan dengan peningkatan NDF tercerna. (Santoso, Mwenya, SAR dan Takahasi. 2007).
Memperhatikan hasil review dari silase maupun hay terhadap nilai nutrient dan nutrisi, serta fakta ketersediaan hijauan pakan menurut peternak adalah tidak tetap atau fluktuatif, sebanyak 61.87% responden menyatakan ketersediaan pakan bersifat musiman dan 28.38% responden menyatakan(Syamsu, 2007). Pengolahan pakan hay dan silase di Indonesia semakin diperlukan pada pengembangan model usaha peternakan yang dirumuskan oleh Departemen Pertanian dimana pelaksanaan agribisnis HMT dari budidaya, pemanenan, pemasaran sampai pengolahan dilaksanakan oleh koperasi/ KUD, penyediaan lahan (bekerja sama dengan Pemda, Dinas Kehutanan/Perkebunan), hasil produksi HMT sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan ternak milik Koperasi/KUD, sebagian dijual kepada peternak, dan kelebihannya dilakukan pengolahan, yaitu dalam bentuk kering (Hay) dan segar (Silage) (Anonimous, 2009c, Anonimous, 2009d).
Kesimpulannya, prospek pengolahan pakan hay dan silase diperlukan di Indonesia yang merupakan solusi yang sudah diterapkan peternak dan bisa menjamin ketersediaan pakan guna mendukung pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak yang berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. dan N. Humaidah. 2004. Optimalisasi Konsumsi dan Pertumbuhan Sapi Perah Dara melalui Suplementasi Silase Kulit Pisang (Musa paradisiaca, Lamb) dalam Pakan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Malang.
Anonimous, 2009a. Pengawetan Pakan dengan Pembuatan Hay. tonysapi.multiply.com/journal/item/16 - 43k - diakses pada 29 Januari 2009.
Anonimous, 2009b. Pengolahan Pakan Hijauan. teknopakan.blogspot.com/2008/04/pengolahan-pakan-hijauan.html - 80k – diakses pada 28 Januari 2009.
Anonimous, 2009c. Penyusunan Model Pengembangan Agribisnis Pakan. smecda.com/kajian/files/Jurnal_Nomor%202%20Tahun%20I_2006/10_Penyusunan_Model_Pengemb_Agri_Pakan.pdf - diakses pada 29 Januari 2009.
Anonimous, 2009d. Teknologi Pakan. jajo66.wordpress.com/2008/05/ - 30k – diakses pada 28 Januari 2009.
Anonimous, 2009e. Teknologi Pengawetan Hijauan Makanan Ternak. www.lestarimandiri.org/peternakan/pakan-ternak/91-pakan-ternak/152-teknologi-pengawetan-makanan-ternak.html diakses pada 28 Januari 2009
Bui Van Chinh, Le Viet Ly, Nguyen Huu Tao, and Do Viet Minh. 1992.' Molasses and Ensiled Cassava Leaves for Feeding Pigs Results of research 1985 -1990. Agricultural Publishing House, Hanoi. pp 46.
Hanafi, N.D., 2008. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku pakan Domba. library.usu.ac.id/download/fp/ternak-Nevy.pdf - Diakses pada 29 Januari 2009.
Kavri, E. 2008. HAY ( Rumput Kering sebagai Pakan Ternak di Musim Kemarau ),
www.disnaksumbar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=289&Itemid=84 - 54k. diakses pada 29 Januari 2009.
Limon, R. L. 1992. Ensilage of Cassava Products and Their Use as Animal Feed. In; Roots, Tubers, Plantains and Bananas in Animal Feeding (Editors: D Machin and A W Speedy). FAO Animal Production and Health. Paper No. 95: 99-110. http://www.fao.org/ag/aga/agap/frg/AHPP95/95-99.pdf
Loc, N.T., Ogle, R. B. and Preston, T. R. 1996. On Farm and on Station Evaluation of Cassava Root Silage for Fattening Pigs in Central Vietnam. MSc. Thesis. Swedish University of Agricultural Sciences.
Ly, J. and Rodríguez, L. 2001. Studies on the Nutritive Value of Ensiled Cassava Leaves for Pigs in Cambodia. In: Cassava as livestock feed (Editors: T R Preston and M Wanapat). July 23-25 2001, Khon Kaen University, Thailand
Marhaeniyanto, E dan S. Susanti, 2008. Pemanfaatan Silase daun Ubi Kayu (Manihot sp.) Untuk Pakan Ternak Kambing. Laporan Penelitian Dosen Muda. DP2M Dikti-LPPM Unitri. Malang.
Ngo van Man, Duong Nguyen Khang, and Hans Wiktorsson, 2005. Ensiled Cassava Tops Used as a Ruminant Feed. Regional Workshop on The Use of Cassava Roots and Leaves for On-Farm Animal Feeding. Hue, Vietnam. January 17-19, 2005.
Nhi, L.D., Mai Van Sanh and Le Viet Ly, 2001. Supplementing Cassava Root Meal and Cassava Processed Leaves to Diets Based on Natural Grasses, Maize Stover and Rice Straw for Fattening Young Swamp Buffaloes. Proceedings of National workshop on swamp buffalo development - Hanoi 16-17/12/2001
Rubianti. A, P. Th. Fernandez., H.H. Marawali., E. Budisantoso, 2008. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Hay Clitoria Ternatea dan Centrosema pascourum cv cavalcade pada anak sapi bali jantan lepas sapih. ntt.litbang.deptan.go.id/karya-ilmiah/7.pdf - . Diakses pada 28 Januari 2009
Santoso, B dan B.Tj. Hariadi, 2008. Komposisi Kimia, Degradasi Nutrien dan Produksi Gas Metana in Vitro Rumput Tropik yang diawetkan dengan metode silase dan hay. Jurnal Media Peternakan Vol. 31 No. 2 : 81-154. Agustus 2008 (128 – 135).
Santoso, B., B. Mwenya, C. SAR dan J. Takahasi. 2007. Produksi metana dan partisi energi pada domba yang diberi pakan basal silase atau hay rumput timothy. JITV 12(1): 27-33.
Syamsu, J.A. 2007. Karakteristik Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia pada Peternakan Rakyat di Sulawesi Selatan jasmal.blogspot.com/2007/09/karakteristik-pemanfaatan-limbah.html - 92k – diakses pada 28 Januari 2009.
Tewe, O. O. 1991. Detoxification of Cassava Products and Effects of Residue Toxins on Consuming Animals. In; Roots, tubers, plantains and bananas in animal feeding (Editors: D. Machin and Solveig Nyvold). FAO Animal Production and Health Paper No. 95: 81-95 http://www.fao.org/ag/aga/agap/frg/AHPP95/95-81.pdf

Minggu, 25 Januari 2009

PEMANFAATAN LIMBAH PISANG SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

SOLUSI PENGEMBANGAN HIJAUAN DIDAERAH TROPIS : INTEGRASI RUMPUT DAN LEGUMINOSA


Pengembangan hijauan pakan ternak di negara tropis bila hanya mengandalkan rumput, maka  perlu mendapat perbaikan, hal ini dikarenakan rata-rata produksi hijauan rendah, kualitasnya rendah, kurang respon terhadap perbaikan hara tanah. Perbaikan produksi rumput dengan pemupukan Nitrogen dan Fosfat akan menaikkan produksi hijauan namun tidak ekonomis lagi, karena harga pupuk  mahal, tidak sepadan dengan hasil yang didapatkan setelah dikonsumsi ternak. Pengembangan hijauan pakan ternak bisa berupa hijauan rumput saja atau leguminosa saja ataupun campuran hijauan dan leguminosa. Tetapi yang baik dan ekonomis terdiri dari campuran rumput dan leguminosa.
Tanaman leguminosa mempunyai kemampuan mengikat  Nitrogen dari udara dan menyumbangkannya kepada tanah. Nitrogen ini akan tersedia bagi tanaman jika seresah atau sisa tanaman leguminosa sudah membusuk dan terurai menjadi ion di dalam larutan tanah.  Dengan Leguminosa mensuplay N pada tanaman rumput, maka produksi bisa lebih baik dan menghemat pemupukan. Dengan penanaman campuran, bisa menjadi sumber protein dan dan mineral kadar tinggi bagi ternak, dan juga memperbaiki struktur tanah.
            Beberapa nilai manfaat penanaman campuran rumput dan leguminosa

1.  Introduksi rumput unggul dalam padang rumput asli yang dipupuk Nitrogen di Jamaika dilaporkan mampu meningkatkan 2 kali bahkan 3 kali lebih tinggi bila dibandingkan hijauan asli yang tidak dipupuk. Namun ternyata menurut Sam (1975) Produksi daging domba maksimal didapatkan dari percampuran tanaman rumput dan kacang-kacangan.
Tabel 1. Pengaruh spesies hijauan terhadap kenaikan Berat badan domba  dan kapasitas tampung

Perlakuan
Kenaikan Berat Badan
 domba (kg/ha/tahun)
Kapasitas Tampung
 (Satuan Ternak/Hektar)
Stylosanthes guyanensis (Sg)
106,5
0,62
Brachiaria decumbens (Bd)
49,6
0,71
Sg + Bd
117,5
0,90
Padang rumput asli
82,6
0,56

       Dari Tabel 1. diatas yang penting  adalah tanaman campuran rumput dan leguminosa  mampu meninggikan kapasitas tampung sehingga satuan ternak per hektar lebih banyak dan total kenaikan berat badan.

2. Sumbangan tanaman  pada padang penggembalaan dari buku Mc Ilroy.

Lokasi Pengembangan
Tanaman Hijauan
Hasil
Pustaka
Palmerston Utara, Selandia Baru
Rumput
2.240 kg Bahan Kering/ha/th; 2,31 % N
Sears (1953)
Rumput + Trifolium repens + Trifolium pratense
11.200 kg Bahan Kering/ha/th; 3,49 N
Amerika dan Inggris
Rumput + Trifolium
168-224 kg N/ha/th
Walker, Orchiston dan Adam (1954).
Johnstone Walacce, (1937).
Amerika serikat
Rumput
- Dctylis glomerata
- Festuoa arundinacea
Leguminosa
- Medicago sativa
- Trifolium repens
PBB sapi lebih tinggi dibandingkan yang hanya rumput saja.
Van Keusen dan Heineman (1958)
Quessland, sub tropis Australia
Stylosanthes gracilis + Heteropogon contortus
130 kg N/ha/th
Milles (1949)
Puerto Rico
Pueraria phaseoloides +
Pennisetum purpureum
204 kg N/ha/th.
Vicente-Chanler, Caro-Costas danFirarela, (1953)
Nigeria, daerah tropis
Centrosema pubescens +
Cydodon plectostachyus
260 kg N/ha/th.
Moore (1960)
Andropogon gayanus /Stylosanthes gracilis
Panicum maximum/S. gracilis, Melinis minutiflora / S. gracilis,
Pennisetumpurpureum/Centrosema pubescens,
P. Purpureum/Pueraria phaseoloides, Panicum/Stylosanthes gracilis
Dianjurkan untuk penggembalaan temporer di daerah savana kering
Cynodon plectostachius/Centrosema
Dianjurkan untuk daerah hutan lebih basah
Sumber : Susetyo, Soedarmadji, Kismono, Sriharini (1976)


3. Pertanaman campuran didaerah tropik yang dianjurkan seperti tabel 3.

No
Pertanaman Campuran
Catatan lain
1
Chloris gayana 11-16 kg/ha
Medicago sativa 2 kg/ha

2
Cloris gayana 11 kg
Clitoria ternatea
Clitoria ternatea ditanam dalam larikan
3
Melinis minutiflora 4-6 kg/ha
Pueraria phaseoloides 6-7 kg/ha
Di Clumbia (Vasques, 1957)
4
Melinis minutiflora 2-3 kg/ha
Centrosema 2-3 kg/ha

5
Panicum maximum 4-6 kg/ha
Centrosema 2-3 kg/ha

6
Pennisetum purpureum
Centrosema
Stek ditanam pada 60-90 cm dalam larikan, jarak 90-120 cm ditambah centrosema 2-3 kg/ha
Digitaria decumbens
Centrosema
Brachiaria mutica
Centrosema
Sumber : Susetyo, Soedarmadji, Kismono, Sriharini (1976)

4. Beberapa hasil penelitian Nilai manfaat leguminosa di Indonesia
a.   Leucaena leucocephala, adalah salah satu leguminosa pohon yang telah digunakan dalam system pertanian didaerah tropik termasuk Indonesia. Jenis ini mempunyai produksi biomas dan nilai gizi yang tinggi sebagai pakan ternak. Namun sejak adanya serangan hama kutu loncat pada tahun 1986, maka perlu di cari penggantinya yang tahan kutu loncat, dengan kualitas dan produktivitas yang mendekati L. leucocephala. Hasil yang diperoleh menunjukkan produksi ratarata selama 6 kali panen dengan berat segar dan kering tertinggi yaitu Z. tetragona 810,55 (246,70) g/pohon/panen kemudian diikuti A. angustissima 625,27 (235,74) g/pohon/panen; C. calothyrsus 376,67 (149,25) g/pohon/panen, L diversifolia 172,50 (65,56) g/pohon/panen. Dengan produksi yang relatif tinggi dan tidak terserang hama kutu loncat pada Z. tetragona merupakan potensi sebagai pengganti L. leucocephala. (Nurlaeli Kaso Noor 2008)
b.  Jenis tanaman pohon leguminosa (kacangkacangan) yang cocok ditanam untuk bera: Kaliandra Calliandra calothyrsus Turi Sesbania grandiflora; Gamal Gliricidium sepium; Lamtoro Leucaena leucocephala. Selain itu, leguminosa menjalar berikut juga dapat digunakan untuk perbaikan bera:  Benguk Mucuna pruriens; Arachis Arachis pintoi ; Kudzu Callopogonium mucunoides (Karda dan Spudiati,  2007)
c.   Disamping lamtoro dan yang sudah beradaptasi dengan baik pada lokasi petani di NTT, maka potensi biomass beberapa legum herba yang telah dikemas dalam bentuk hay sepert : Centrosema pascuorumdan Clitoria ternatea, danDesmodium sp pada musim kemarau memberikan respon yang signifikan positif baik konsumsi pakan maupun terhadap perubahan bobot badan pada semua perlakuan. Perubahan bobot badan sebesar 0,41 kg/ekor/hari pada ternak lepas sapih perlakuan lamtoro sangat nyata berbeda (P,0,01) dibandingkan perlakuanlain, disamping itu memberikan secara finansial menguntungkan apabila diterapkan oleh petani dan mitra usaha di NTT. (Hendrik, Marawali, Ati Rubianti dan Budisantoso, 2008 }
d.  Untuk menjembatani kekurangan pakan pada saat musim kemarau yang terjadi setiap tahun diperlukan penanaman  menggunakan stek jarak tanam yang disarankan adalah 50 x 50 cm atau 1 x 1 m. Stek gamal (Gliricidia sepium ) dapdap (Erythrina spp.). Tanaman dibuat dalam dua barisan tanaman dengan jarak barisan 50 cm dan jarak antara dua barisan satu dengan dua barisan yang lainnya adalah 1-1,5 m. Rumput-rumputan biasanya dibiarkan tumbuh diantara dua barisan satu dengan yang lainnya. (Sajimin dan Purwantari, 2006) 
e. Hasil penelitian leguminosa berpengaruh nyata terhadap variabel biomas tanaman jagung pada 28 HST, 42 HST dan produksi kernel jagung dimana spesies Clitoria ternatea menghasilkan biomas tanaman jagung tertinggi dibandingkan dengan spesies leguminosa lainnya pada 28 HST, spesies leguminosa Macroptiliumtriloba menghasilkan biomas tanaman jagung tertinggi pada 42 HST dan spesies leguminosa Clitoria ternatea menghasilkan produksi kernel jagung tertinggi dibandingkan dengan spesies leguminosa lainnya. (Sophia Ratnawaty, 2008)
f.   Penelitian peranan leguminosa sebagai tanaman penutup pada sistem pertanaman jagung untuk penyediaan hijauan pakan  menunjukkan bahwa sistem pertanaman jagung dengan leguminosa meningkatkan produksi hijauan untuk pakan ternak, sistem pertanaman yang optimal dengan memperhatikan kualitas dan produksi hijauan sebaiknya menggunakan sistem pertanaman Jagung dengan menggunakan leguminosa Calopogonium mucuniodes (Kalopo). (Mansyur, Indrani dan Susilawati, 2008)
g.  Penelitian Adaptif Pemanfaatan Leguminosa Sebagai Substitusi Konsentrat Pada Kambing Kacang Lokal Diaerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Jenis pakan yang diberikan yaitu rumput gajah, kulit pisang, gamal, lamtoro dan ampas tahu dengan jumlah berturut-turut 5%, 5%, 2,5% dan 2,5% dari berat badan. Ampas tahu diberikan sebanyak 1,5 kg per ekor. Penimbangan berat badan dilakukan dengan interval 7 hari. Total konsumsi bahan pakan dari kelompok T1 adalah 3,72 kg/ekor/hari dan T2 adalah 3,42 kg/ekor/hari. Kemampuan mengkonsumsi bahan pakan dari masing-masing kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Pertambahan berat badan harian kelompok T1 0,35 kg/ekor/hari  dan T2 0,30 kg/ekor/hari. Pertambahan berat badan harian pada masing-masing kelompok tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Hasil Pengkajian , 2008)
i.  Produksi Hijauan Beberapa Jenis Leguminosa Pohon untuk Pakan Ternak Pengambilan data dilakukan setelah tanaman kuat dan tegar (umur 1 tahun). Tanaman dipotong dengan interval 6 minggu dan tinggi potong 100 cm. Hasil yang diperoleh menunjukkan produksi rata-rata selama 6 kali panen dengan berat segar dan kering tertinggi yaitu Z. tetragona 810,55 (246,70) g/pohon/panen kemudian diikuti A. angustissima 625,27 (235,74) g/pohon/panen; C. calothyrsus 376,67 (149,25) g/pohon/panen, L. diversifolia 172,50 (65,56) g/pohon/panen. Dengan produksi yang relatif tinggi dan tidak terserang hama kutu loncat pada Z. tetragona merupakan potensi sebagai pengganti L. leucocephala. (Karda dan Spudiati,  2007)
Tanaman leguminosa di daerah tropis tumbuh lebih lambat daripada tanaman rumput, maka supaya bisa tumbuh dengan baik, maka penanaman rumput dan leguminosa dibuat dalam jalur beselang-seling.  Beberapa keuntungan penanaman campuran rumput dan leguminosa :
  • Memperbaiki unsur N dalam tanah, karena kemampuan leguminosa untuk mengikat N dari udara oleh bakteri yang terdapat dibintil-bintil akar.
  • Memperbaiki mutu pakan ternak ruminansia, karena kandungan protein dan mineral lebih tinggi
  • Daerah tropis yang lembab akan membatasi pertumbuhan rumput, namun dengan percampuran rumput dan leguminosa, leguminosa dapat memperbaiki pertumbuhan rumput, karena akarnya bisa lebih dalam.
  • Tanaman campuran rumput dan leguminosa  mampu meninggikan kapasitas tampung sehingga satuan ternak per hektar lebih banyak dan total kenaikan berat badan lebih tinggi.

Dari berbagai keuntungan yang ada maka strategi pengembangan hijauan pakan ternak supaya dapat mencukupi kebutuhan pakan hijauan untuk populasi ruminansia, dapat mempertahankan kesuburan lahan, bisa mendapatkan keuntungan maksimal dalam system produksi tanaman dan memperoleh system produksi yang berkelanjutan dengan penanaman campuran rumput dan leguminosa.

Akhirnya , rasa terima kasih saya sampaikan kepada dosen : Bapak Dr.Ir. Ifar Soebagyo, M.Ag.St yang telah membuka wawasan untuk ikut memikirkan keberlanjutan pengembangan peternakan melalui pemikiran menjaga keberlanjutan penyediaan hijauan pakan ternak.

DAFTAR PUSTAKA
Hasil Pengkajian , 2008.   Penelitian Adaptif Pemanfaatan Leguminosa Sebagai Substitusi Konsentrat Pada Kambing Kacang Lokal Diaerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. nad.litbang.deptan.go.id  down Load 27 September 2008
Hendrik H. Marawali, Ati Rubianti dan Esnawan Budisantoso, 2008. Perubahan Bobot Badan Anak Sapi Bali Lepas Sapih Yang Mendapat Leguminosa Di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Kupang – NTT, Indonesia. uripsantoso.wordpress.com down Load 27 September 2008
Karda I W. dan Spudiati,  2007. Produksi Hijauan Beberapa Jenis Leguminosa Pohon Untuk Pakan Ternak Meningkatkan Produktivitas Lahan Marginal Melalui Integrasi Tanaman Pakan Dan Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan, Universitas Mataram www.worldagroforestrycentre.org down Load 27 September 2008
Mansyur, Nyimas Popi Indrani Dan Iin Susilawati, 2008. Peranan Leguminosa Tanaman Penutup pada Sistem Pertanaman Jagung untuk Penyediaan Hijauan Pakan, www.progriptek.ristek.go.id down Load 27 September 2008
Nurlaeli Kaso Noor 2008, Peningkatan Produktivitas Ternak Kambing Melalui Pemberian Daun Gamal dan Suplementasi.  Dinas Peternakan Kabupaten Luwu.  uripsantoso.wordpress.com down Load 27 September 2008
Orsborurn, D.F., 1975. Beef Production From Improved Pasrture in the Tropics. World Review of Animal Production, Vol, 11,
Sajimin dan N.D. Purwantari, 2006  Produksi Hijauan Beberapa Jenis Leguminosa Pohon untuk Pakan Ternak. Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. www.bi.go.id  down Load 27 September 2008
Sam, K. 1975. Pengaruh padang rumput alam dan buatan terhadap pertumbuhan anak domba lokal. Thesis. IPB
Sophia Ratnawaty, 2008. Produktivitas Jagung Lamuru Pada Lahan Pasca Penanaman Leguminosa Di Desa Naibonat, Nusa Tenggara Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur ntt.litbang.deptan.go.id down Load 27 September 2008 
Susetyo, S. Soedarmadji, I. Kismono, I.S. Sriharini. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput tropika. Pradnya Paramita. Terjemahan dari Mc. Ilroy : An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Oxford Univ. Press. 1964.